Translate

Total Tayangan Halaman

no image

7:19 PM No comments

Masa dewasa dibagi menjadi 3 periode (Hurlock, 1968), yaitu:
1. Masa Dewasa Awal (Early Adulthood = 18/20 tahun – 40 tahun).
  • Secara biologis merupakan masa puncak perumbuhan fisik yang prima dan usia tersehat dari populasi manusia secara keseluruhan (healthiest people in population) karena didukung oleh kebiasaan-kebiasaan positif (pola hidup sehat).
  • Secara psikologis, cukup banyak yang kurang mampu mencapai kematangan akibat banyaknya masalah dihadapi dan tidak mampu diatasi baik sebelum maupun setelah menikah, misalnya: mencari pekerjaan, jodoh, belum siap menikah, masalah anak, keharmonisan keluarga, dll.
  • Tugas-tugas perkembangan (development task) pada usia ini meliputi : pengamalan ajaran agama, memasuki dunia kerja, memilih pasangan hidup, memasuki pernikahan, belajar hidup berkeluarga, merawat dan mendidik anak, mengelola rumah tanggga, memperoleh karier yang baik, berperan dalam masyarakat, mencari kelompok sosial yang menyenangkan.
2. Masa Dewasa Madya/Setengah Baya (Midle Age = 40 – 60 tahun).
  • Aspek fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-fungsi alat indra, dan mengalami sakit dengan penyakit tertentu yang belum pernah dialami (rematik, asam urat, dll).
  • Tugas-tugas perkembangan meliputi : memantapkan pengamalan ajaran agama, mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga negara, membantu anak remaja belajar dewasa, menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan pada aspek fisik, mencapai dan mempertahankan prestasi karier, memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa.
3. Masa Dewasa Lanjut / Masa Tua (Old Age = 60 –  Mati).
  • Ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis (pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara berpikir dan interaksi sosial).
  • Tugas-tugas perkembangan meliputi : Lebih memantapkan diri dalam pengamalan ajaran-ajaran agama. Mampu menyesuaikan diri dengan : menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan, masa pensiun, berkurangnya penghasilan dan kematian pasangan hidup. Membentuk hubungan dengan orang seusia dan memantapkan hubungan dengan anggota keluarga.
  • Faktor-faktor penyebab kegagalan melaksanakan tugas perkembangan, yaitu :
  1. tidak adanya bimbingan untuk memahami dan menguasai tugas,
  2. tidak ada motivasi menuju kedewasaan.
  3. kesehatan yang buruk,
  4. cacat tubuh,
  5. tingkat kecerdasan rendah.
  • Prilaku menyimpang (maladjustment) akibat tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangan (terutama aspek agama) adalah : berzina, konsumsi miras dan naza, menelantarkan keluarga, sering ke hiburan malam, biang keladi kerusuhan (preman / provokator), melecehkan norma dalam masyarakat.
Dari uraian diatas, salah satu tugas perkembangan masa dewasa adalah pemantapan kesadaran beragama. Terdapat asumsi bahwa semakin bertambah usia seseorang maka semakin mantap kesadaran beragamanya. Namun kenyataannya, tidak sedikit orang dewasa dengan perilaku yang bertentangan dengan nilai agama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan kehidupan beragama seseorang adalah karena keragaman-keragaman :
  • pendidikan agama semasa kecil (menerima, tidak menerima),
  • pengalaman menerapkan nilai-nilai agama (intensif, jarang, tidak pernah),
  • corak pergaulan dengan teman kerja (taat beragama, melecehkan),
  • sikap terhadap permasalahan hidup yang dihadapi (sabar, frustasi, depresi)
  • orientasi hidup (materialistis-hedonis, moralis-agamis).
no image

6:09 PM No comments


Teknologi memang memudahkan segala aktifitas dan juga membuat komunikasi menjadi lebih fleksibel. Akan tetapi, dilain sisi teknologi juga bisa membuat kita kehilangan kemampuan untuk mengkontrol diri sendiri.  Sebagai contoh, kehadiran smartphone telah banyak memporak-porandakan psikologi dan perilaku manusia di abad ini.  Setiap kali kita berjalan dan melihat sekeliling kita, sangat sulit menemukan orang yang tidak memegang smartphone. Bahkan di jalan yang sangat macet total sekalipun orang-orang masih tetap menggunakan smartphone baik di motor maupun di mobil. Yang lebih ironi lagi adalah ketika sekelompok orang bertemu yang saling berhadapan, smartphone tetap menjadi sesuatu yang yang paling utama dimana mereka “melupakan” manusia nyata dihadapan mereka.
Sering juga kita lihat manusia yang hanya mengandalkan skype untuk berkomunikasi tatap muka. Jika jarak sangat jauh, masih bisa dimaklumi. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang sebenarnya dekat namun hanya malas bertemu dan memilih untuk menggunakan skype? . Hal ini tentunya dapat membuat ikatan psikologi menjadi semakin berkurang.
Teknologi memang memudahkan kita, sebagai individu di zaman yang sangat modern ini. Tetapi, coba kita lihat kembali, tidakkah teknologi membuat kita menjadi impulsif (memberikan respon terhadap sesuatu tanpa berpikir panjang) dan pemalas?. Sebagai contoh, ketika handphone berbunyi, banyak orang langsung “melayani” small gadget  tersebut tanpa memperhatikan keadaan sekitar, misalkan di jalan raya ketika sedang berkendaraan, yang terkadang dapat membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Rasa malas yang semakin mengakar  dan tidak mengetahui informasi lebih dalam sangat difasilitasi oleh kehadiran teknologi. Sebagai contoh, ketika seseorang tidak mengetahui sesuatu hal, cukup dengan memasukan satu keyword dan bertanya kepada syekh Google, maka semuanya akan keluar. Dan dapatlah informasi yang diinginkan.  Permasalahannya banyak orang terhenti mencari informasi hanya sampai disana. Dan inilah yang menyebabkan mengapa net generation pada saat ini mengetahui banyak informasi akan tetapi pemahaman mereka sangat dangkal.
PsyTroopers semua pastinya orang-orang yang sangat handal dalam menggunakan teknologi untuk kehidupan sehari-hari. Akan tetapi ada baiknya jika kita mampu untuk mengkontrol penggunaan gadget kita. Ketika kita sedang bersama keluarga, setidaknya cobalah untuk tidak terlalu banyak meng“entertain” handphone. Jika ingin mengerjakan tugas, cobalah untuk bertemu dan berdiskusi secara langsung daripada menggunakan Skype.  Oleh karena itu semua, mana yang mau kita pilih:
Be part of smartphone or Be part of Smart people?
no image

9:12 PM No comments

Teknologi dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Keberadaannya dapat berdampak positif dan juga negatif. Salah satu lingkungan terkecil yang lekat dan mendapatkan dampak dari teknologi adalah keluarga. Teknologi seperti smartphone dapat mendekatkan jarak antara orang tua dan anak. Sebaliknya, ia juga dapat merenggangkan jarak antar anggota keluarga yang begitu sibuk dengan smartphonenya ketika berkumpul bersama.
Baru-baru ini sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekalipun anak-anak menyukai teknologi, setengah dari mereka mengalami tekanan dalam hubungan keluarga.
Dikutip dari Antara, The Halifax Insurance Digital Hime mengeksplorasi penggunaan teknologi pada 1.000 orang tua dan anak-anak berusia 7-17 tahun untuk memahami pengaruh teknologi pada kehidupan keluarga. Hasilnya mengejutkan, saat ini anak-anak memiliki perangkat teknologi dan sepertiganya selalu siaga memeriksa ponsel dalam kurun waktu satu jam. Dua pertiga diketahui menggunakan perangkat di tempat tidur termasuk ponsel dan tablet.
Perilaku siaga pada perangkat teknologi (ponsel) telah memberikan perubahan hubungan berkeluarga. Hal ini terlihat dari hasil studi tersebut yang menyebut lebih dari sepertiga dari anak-anak berkomunikasi dengan anggota keluarga menggunakan gadget meskipun berada dalam satu atap rumah yang sama. Selain itu, sepertiga dari orang tua dan anak-anak menggunakan perangkat teknologi di meja makan.
Psikolog pendidikan, Dr. Kairen Cullen dikutip dari Antara (18/3), menyebutkan saat ini orang tua harus beradaptasi dengan iklim komunikasi yang berbeda. Mereka juga harus memastikan percakapan terbuka dan bermakna dengan anak-anak mereka yang telah tumbuh dengan media sosial. Menurutnya, komunikasi virtual tidak akan pernah menggantikan kontak tatap muka keluarga.
"Teknologi modern adalah bagian dari kehidupan kontemporer dan tercermin dalam cara keluarga menggunakannya. Namun, hal ini menjadi jelas bahwa sejumlah anak-anak dan orang muda menggunakan teknologi secara berlebihan," ujar psikolog pendidikan, Dr Kairen Cullen, seperti dilansir Female First
Perubahan perilaku hubungan berkeluarga dewasa ini telah menjangkit bahkan sejak anak-anak masih bayi. Hal ini terlihat dari hasil studi yang menemukan perangkat teknologi mempengaruhi pola pengasuhan. Sekitar dua per tiga orang tua menghibur anak-anak mereka dengan perangkat teknologi. Namun, lebih dari setengah orang tua merasa prihatin atas banyak waktu yang anak mereka habiskan bersama perangkat teknologi.
Kemudian, sekiar 35 persen orang tua mengaku tidak tahu bagaimana anak-anak menggunakan perangkat yang ditempatkan di ruangan mereka. Orang tua pun khawatir mereka tidak dapat mengkontrol penggunaan teknologi anak-anak mereka.
Fakta hasil studi tersebut juga memperlihatkan bahwa perubahan perilaku anak-anak karena teknologi memiliki kurangnya keteladanan. Sekitar 30 persen anak-anak mengklaim orang tua memberikan contoh buruk dalam penggunaan teknologi. Misalnya, rata-rata orang tua menghabiskan waktu tiga jam sehari untuk menonton televisi.
Hasil studi menjadi pembenaran fenomena perubahan pola sosialiasasi manusia karena teknologi. Orang tua perlu mengajarkan sejak dini pada anak-anak mereka tentang penggunaan perangkat teknologi. Jika tidak, jangan-jangan masa depan akan menjadi seperti di dalam film “Wall E”: manusia kelak akan lumpuh karena segala aktivitasnya telah tergantikan oleh teknologi.
no image

5:55 PM No comments
1.        Percaya vs tidak percaya (0  1 tahun)
a.    Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik orangtua maupun orang yang mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.
b.    Apabila hubungan ibu dan anak tidak berkualitas akan timbul rasa tidak aman dan selanjutnya tidak percaya terhadap dunia luar ataupun sesama manusia sehingga timbul kecurigaan dasar.
Apabila tidak memperoleh kepercayaan dasar akan timbul gangguan kepribadian/skizofrenia.

2.        Tahap Kemandirian (Otonomi) vs Perasaan Malu dan Keragu  raguan ( 2 – 3 tahun)
a.    Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tumbuh kembang seperti dalam motorik kasar, halus : berjinjit, memanjat, berbicara dan lain – lain.
b.    Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan kemamdirian atau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.

3.        Tahap inisiatif vs rasa bersalah (3 – 6 tahun ).
a.    Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya.
b.    Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya.
c.     Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada diri anak.

4.        Berkarya vs Rasa Rendah Diri (6 – 11 tahun)
Anak mulai memasuki pendidikan formal. Anak berusaha merebut perhatian dan penghargaan atas karyanya.
Hal-hal penting yang perlu diketahui pada fase ini bahwa pada diri anak akan dijumpai:
a.    Belajar menyelesaikan tugas yang diberikan guru atau orang lain.
b.    Mulai timbul rasa tanggung jawab.
c.     Mulai senang belajar bersama.
d.    Timbul perasaan rendah diri apabila dirinya kurang mampu dibanding temannya.

5.        Identitas vs Kekacauan Identitas (mulai 12 tahun)
Pada fase ini dijumpai hal  hal sebagai berikut :
a.    Berakhirnya fase kanak-kanak dan memasuki fase remaja.
b.    Pertumbuhan fisik yang pesat dan mencapai taraf dewasa.
c.     Mulai ragu terhadap nilai-nilai yang selama ini diyakini dan dianutnya.
d.    Sikap coba-coba ini tidak jarang menjerumuskan remaja ke hal  hal negatif.
e.    Orang tua sebagai figur identifikasi mulai luntur dan mencari figur identifikasi lain.
f.      Sering terjadi konflik pada saat mencari identitas diri sehingga apa yang dialami pada fase anak muncul kembali.
g.    Kebingungan peran diri dapat menimbulkan kelainan perilaku, yaitu kenakalan remaja dan mungkin juga psikotik.
h.    Dalam mencari identitas diri, anak sering mencoba berbagai macam peran untuk mencari peran yang cocok dengan dirinya.

6.        Keintiman vs Isolasi (dewasa awal)
Hal  hal penting pada fase ini, yaitu:
a.    Terjadi hubungan yang intim dengan pasangannya.
b.    Terjadi hubungan tertutup dengan kedua orang tuanya.

7.        Perhatian terhadap Apa yang Diturunkan vs Kemandekan (dewasa tengah)
Hal  hal yang penting pada fase ini, yaitu:
a.    Adanya perhatian terhadap keturunan.
b.    Adanya perhatian terhadap apa yang dihasilkan (produk  produk).
c.    Adanya perhatian terhadap ide-ide.
d.    Pembentukan garis pedoman untuk generasi mendatang.
e.    Tumbuh nilai pemeliharaan, yang ditandai dengan adanya kepedulian, keinginan memberi perhatian, berbagi dan membagi pengetahuan, serta pengalaman kepada orang lain.
f.     Apabila pada fase ini pembentukan garis pedoman untuk generasi yang akan datang lemah, individu akan mengalami kemiskinan, kemunduran bahkan mungkin mengalami kemandekan kepribadian.
g.    Tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah kreativitas berperan sebagai orang tua.

8.        Integritas vs Keputusasaan (dewasa lanjut)
Hal  hal yang perlu dimengerti pada fase ini, yaitu:
a.    Apabila integritas tercapai, individu akan dapat menikmati keuntungan dari ketujuh tahap sebelumnya dan merasa bahwa kehidupan itu bermakna.
b.    Individu menyadari gaya hidup individu lain, namun ia tetap memelihara dan mempertahankan gaya hidupnya sendiri.
c.    Dapat timbul juga keputusasaan dalam menghadapi perubahan siklus kehidupan, kondisi sosial dan historis, dan kefanaan hidup di hadapan kekekalan hidup (kematian) sehingga kadang kadang timbul perasaan bahwa hidup tidak berarti bahwa ajal sudah dekat, ketakutan atau bahkan keinginan untuk mati.
d.    Tugas perkembangan yang harus diselesaikan, seperti penyesuaian terhadap perubahan perubahan dalam siklus hidupnya dan menyiapkan diri untuk menuju alam baka (kematian).
Psikologi Industri dan Organisasi

6:28 PM No comments
Psikologi industri dan Organisasi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di tempat kerja.

Ilmu ini berfokus pada pengambilan keputusan kelompok, semangat kerja karyawan, motivasi kerja, produktivitas, stres kerja, seleksi pegawai, strategi pemasaran, rancangan alat kerja, dan berbagai masalah lainnya. Psikolog industri meneliti dan mengidentifikasi bagaimana perilaku dan sikap dapat diimprovisasi melalui praktik penggajian, program pelatihan, dan sistem umpan balik. Perkembangan psikologi industri di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan psikologi di negara-negara barat terutama Amerika Serikat.


Psikologi Industri dan Organisasi dapat dibagi menjadi dua bidang studi yang luas, seperti terlihat dalam namanya. Psikologi Organisasi terdiri dari topik yang terkait dengan individu dalam konteks. Konteks dipelajari dalam psikologi organisasi termasuk organisasi dan pekerjaan, kepemimpinan (misalnya, bagaimana pemimpin mempengaruhi pekerja), dan interaksi di antara anggota kelompok atau tim. Topik seperti motivasi pekerja, emosi dan mempengaruhi, dan sikap kerja (misalnya, kepuasan kerja) juga dianggap aspek psikologi organisasi. Psikologi industri lebih berfokus pada perbedaan individu.

Inti dari psikologi industri adalah analisis pekerjaan - suatu proses yang sistematis untuk memahami pengetahuan individu, kemampuan, keterampilan, dan karakteristik pribadi lainnya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Psikologi industri juga mencakup topik-topik seperti pemilihan personil (cara terbaik untuk memilih pelamar untuk pekerjaan), penilaian kinerja (bagaimana mengevaluasi efektivitas individu dalam pekerjaan), dan pelatihan dan pengembangan (bagaimana melatih pekerja untuk melakukan pekerjaan kompeten).

Aspek-Aspek Psikologi Industri

Salah satu aspek yang paling menarik dari psikologi industri adalah bagaimana perilaku karyawan mempengaruhi individu lain pada pekerjaan dan organisasi secara umum. Psikologi Industri dapat digunakan untuk mengurangi perilaku kontraproduktif, meningkatkan efektivitas tim, dan meningkatkan semangat. Hal ini juga penting dalam resolusi konflik . Banyak orang menemukan beban ketidakpuasan kerja mereka berakar dalam hubungan mereka dengan manajer dan rekan. Untungnya, psikologi industri menyediakan solusi untuk ini.
Walaupun psikologi industri merupakan campuran dari antropologi , konseling, sosiologi dan manajemen industri, ada komponen utama yang digunakan dalam jenis psikologi. Beberapa komponen utama termasuk evaluasi kepribadian karyawan, persepsi, serta sisi biologis dari perilaku mereka. Dengan mendokumentasikan titik-titik kunci, psikolog industri memiliki kemampuan untuk membantu organisasi meningkatkan fungsi mereka dan mendirikan sebuah sistem yang mendorong pertumbuhan bagi perusahaan dan karyawan.
Psikologi Sosial

6:32 PM No comments
Psikologi sosial adalah suatu studi tentang hubungan antara manusia dan kelompok. Para ahli dalam bidang interdisipliner ini pada umumnya adalah para ahli psikologi atau sosiologi, walaupun semua ahli psikologi sosial menggunakan baik individu maupun kelompok sebagai unit analisis mereka.
Psikologi sosial sempat dianggap tidak memiliki peranan penting, tapi kini hal itu mulai berubah. Dalam psikologi modern, psikologi sosial mendapat posisi yang penting. psikologi sosial telah memberikan pencerahan bagaimana pikiran manusia berfungsi dan memperkaya jiwa dari masyarakat kita. Melalui berbagai penelitian laboratorium dan lapangan yang dilakukan secara sistematis, para psikolog sosial telah menunjukkan bahwa untuk dapat memahami perilaku manusia, kita harus mengenali bagaimana peranan situasi, permasalahan, dan budaya.
Walaupun terdapat banyak kesamaan, para ahli riset dalam bidang psikologi dan sosiologi cenderung memiliki perbedaan dalam hal tujuan, pendekatan, metode dan terminologi mereka. Mereka juga lebih menyukai jurnal akademik dan masyarakat profesional yang berbeda. Periode kolaborasi yang paling utama antara para ahli sosiologi dan psikologi berlangsung pada tahun-tahun tak lama setelah Perang Dunia II. Walaupun ada peningkatan dalam hal isolasi dan spesialisasi dalam beberapa tahun terakhir, hingga tingkat tertentu masih terdapat tumpang tindih dan pengaruh di antara kedua disiplin ilmu tersebut.

Sebagian besar ahli psikologi sosial mendapatkan pelatihan dalam bidang psikologi. Pendekatan mereka terhadap bidang tersebut berfokus pada individu dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana pikiranperasaan, dan perilaku individu dipengaruhi oleh orang lain. Para periset yang berorientasi psikologi menekankan situasi sosial yang baru terjadi dan interaksi sosial antara seseorang dan variabel situasi. Riset mereka cenderung empiris dan kuantitatif, dan sering kali dipusatkan dalam eksperimen laboratorium, namun ada juga upaya pemodelan komputasional dalam bidang tersebut. Para ahli psikologi yang mempelajari psikologi sosial tertarik dengan topik seperti sikappersuasiperilakukognisi sosial , pengaruh sosial, dan perilaku interpersonal seperti altruisme dan agresi.


Pekerjaan para ahli sosiologi lebih berfokus kepada perilaku dari kelompok, untuk itu menyelidiki fenomena seperti interaksi dan teori pertukaran sosial pada tingkat mikro, dinamika kelompok dan perkembangan kelompok. Para ahli sosiologi tertarik kepada individu dan kelompok, namun biasanya dalam konteks struktur dan proses sosial yang lebih besar, seperti peran sosial, ras, kelas, gender, etnis, dan sosialisasi. Mereka menggunakan kombinasi dari rancangan riset kualitatif dan metode kuantitatif, seperti prosedur untuk pengambilan sampel dan survei.
Para ahli sosiologi dalam bidang ini tertarik kepada ragam fenomena demografis, sosial, dan budaya. Beberapa wilayah riset utama mereka adalah ketaksamaan sosial, dinamika kelompok, perubahan sosial, sosialisasi, identitas sosial, dan interaksionisme simbolis.

Penelitian psikologi sosial dapat menjelaskan mengapa orang-orang membentuk massa, bagaimana kelompok membuat keputusan, kondisi sosial dapat menyebabkan perilaku menyimpang, dan berbagai hal lain. Psikolog sosial ini terus-menerus belajar lebih banyak tentang perilaku manusia dan ilmu balik interaksi manusia, memandang segala sesuatu dari mengapa orang gagal untuk membantu orang yang membutuhkan dengan apa yang menyebabkan orang untuk menyesuaikan diri, bahkan dalam situasi etis meragukan.
no image

7:45 PM No comments

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.  


Globalisasi  sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20. Globalisasi  telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita.

Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi.

Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju.

Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiologi asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya.
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.

Globalisasi kenyataannya sangat berpengaruh terhadap prilaku dan budaya masyarakat Indonesia dimana fenomena peng-globalan dunia harus disikapi dengan bijak dan positif karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat bagi kemajuan. Namun kita tidak boleh lengah dan terlena, karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa. Menolak globalisasi juga bukanlah pilihan yang tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi perlu kecerdasan dalam menyaring efek globalisasi. Akses kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dapat dimanfaatkan sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya lokal. Jati diri daerah harus terus tertanam di jiwa masyarskat Indonesia, serta harus terus  meningkatkan nilai-nilai keagamaaan dan budaya.

Popular Posts